Saturday, May 11, 2013

Pengembangan Komunitas Stand-Up Comedy Lokal: Part 3 End (@ernestprakasa)

Di dua bagian sebelumnya, saya sudah membahas tentang pentingnya open mic, dan bagaimana mengadakan sebuah event stand-up nite ataupun tour. Sekarang, apa yang terjadi apabila kedua hal tersebut sudah berjalan dengan baik? Jawabannya, uang akan datang.

MENGATUR KEUANGAN DI KOMUNITAS.
Menurut saya, ada dua hal krusial yang harus diingat saat mengatur keuangan di komunitas:
1. Sepakati dari awal.
Orang Indonesia cenderung menggampangkan urusan keuangan karena sungkan untuk tegas di awal, apalagi ini bukan organisasi formal. Jangan. Sejak semuanya dimulai, semua harus menyepakati beberapa hal yang mendasar, seperti:
- Siapa yang menjadi penanggungjawab keuangan? Apakah ketua? Bendahara?
- Bila komunitas mendapatkan penghasilan dari event, merchandise, atau lainnya, berapa persen yang harus disimpan menjadi uang kas?
- Uang kas tersebut akan digunakan untuk kegiatan apa saja?
Hal-hal sederhana seperti ini sangatlah penting untuk disepakati sejak awal komunitas terbentuk. Bila perlu, buat kesepakatan tertulis.
2. Transparansi = harga mati.
Tanpa transparansi keuangan, kehancuran tinggal tunggu waktu. Transparansi artinya ada pertanggungjawaban keuangan yang jelas bagi komunitas secara umum, bukan hanya bagi beberapa orang tertentu. Komunikasikan dengan baik arus keluar masuknya uang, agar tidak berkembang bibit prasangka buruk yang akan berujung perpecahan.
KOMUNITAS SEBAGAI TALENT MANAGEMENT
Matangnya sebuah komunitas stand-up comedy lokal normalnya akan dibarengi dengan semakin banyaknya pihak yang tertarik untuk meng-hire comic dari komunitas tersebut untuk menjadi pengisi acara. Ini proses yang sudah dialami langsung oleh cukup banyak komunitas stand-up comedy di Indonesia. Dan secara alamiah, akhirnya beberapa komunitas jadi bertindak seperti talent management untuk comic-comic yang ada. Ini bukan sesuatu yang buruk, tapi memang harus dijalankan dengan penuh kehati-hatian. Ingat, masalah uang bisa berakibat fatal. Ada beberapa hal yang penting untuk diingat:
1. Pisahkan urusan pribadi dengan urusan komunitas.
Saya melihat ada dua variasi dari praktek talent management ini, yakni komunitas yang bertindak sebagai talent management, atau individu di dalam komunitas tersebut yang secara personal bertindak sebagai talent management. Keduanya sah-sah saja, asalkan paham dengan resikonya. Apabila ada “pejabat” di komunitas yang juga bertindak sebagai manajemen dari comic tertentu, ia tetap harus bijak memilah kapan memposisikan diri sebagai manajer, kapan sebagai pemegang keputusan di komunitasnya. Pada prakteknya, ini adalah hal yang amat sulit dan rentan konflik, meskipun tidak mustahil. Asalkan semuanya dijalankan dengan itikad baik dan menjunjung tinggi rasa keadilan.
2. Rundingkan dan tetapkan pembagian keuntungan sejak awal.
Berapa persen yang harus diterima talent management, tentunya sangat bervariasi, tergantung dari job description yang diemban oleh management tersebut. Di dalam industri hiburan, besarannya biasa berkisar antara 15% hingga 30%. Sangat relatif. Sekali lagi, ini perkara sensitif. Sebaiknya gunakan surat kesepakatan tertulis.
3. Selalu aktif mencari perbandingan.
Sebagai pihak yang baru menjalankan hal-hal seperti ini, sebaiknya kedua pihak baik talent management maupun si comic selalu proaktif untuk mencari tahu tentang kerjasama serupa yang sudah lebih dahulu dijalankan oleh comin atau talent management lain. Ini penting untuk evaluasi dan mengokohkan kerjasama agar lebih solid dan bisa berjalan untuk jangka waktu yang panjang.
***
Saya paham masalah keuangan ini cukup rumit dan tidak mungkin diselesaikan dalam satu blog post. Bila teman-teman komunitas ada yang ingin ditanyakan perihal ini, silakan e-mail ke ernest.prakasa@live.com. Semoga saya bisa berbagi pengalaman :)

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...